BEDUG MERIAH Diskon 95%
Belajar Data 6 BULAN Bersertifikat hanya Rp150K!

0 Hari 3 Jam 34 Menit 6 Detik

Penggunaan Algoritma Deep Learning untuk Deteksi COVID-19

Belajar Data Science di Rumah 19-Mei-2021
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/97680af5434305ed2ec4c5cea97a22dd_x_Thumbnail800.jpg

Penyakit COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) pertama kali diidentifikasi di provinsi Hubei China melalui adanya laporan jenis Pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya. Semenjak 31 Desember 2019, COVID-19, yang mana virus tersebut yaitu SARS-CoV-2, telah menyebar cepat hingga menjadi sebuah pandemi baru. Kini, kurang lebih sudah setahun telah melanda Indonesia sejak ditetapkannya kasus pertama pada bulan Maret 2020. Virus ini tidak hanya dapat menular antar manusia akan tetapi juga udara. Virus jenis ini adalah Virus SARS-CoV dan MERS-CoV yang dapat menyebabkan sindrom pernafasan akut parah hingga dapat menyebabkan kematian pada manusia. Beberapa penyakit penyerta COVID-19 adalah demam, batuk, tenggorokan, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, dan sesak napas. Salah satu teknik pengujian yang paling umum digunakan untuk diagnosis COVID-19 adalah reaksi berantai transkripsi-polymerase terbalik (RT-PCR). Namun pengujian secara RT-PCR mempunyai sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi Pneumonia COVID-19. Salah satu permasalahan yang muncul adalah tes diagnostik yang dilakukan setelah 513 hari pada pasien yang sebenarnya sudah pulih, kembali ditemukan positif COVID-19. Temuan penting ini menunjukkan kepada kita bahwa pasien yang pulih dapat terus menyebarkan virus. Oleh karena itu, diperlukan metode diagnosis yang lebih akurat. 


Salah satu kelemahan paling penting dari analisis radiografi dada adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi tahap awal COVID-19 karena mereka tidak memiliki sensitivitas yang cukup tinggi dalam pendeteksian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yudistira, Widodo dan Rahayudi bahwa pendeteksian diagnosis COVID-19 dapat menggunakan algoritma deep learning. Penggunaan algoritma deep learning dalam penelitian tersebut menggunakan algoritma CNN (Convolutional Neural Network). Namun, model pembelajaran seperti CNN yang dilatih dengan baik dapat mendeteksi dengan berfokus pada titik-titik yang tidak terlihat oleh mata manusia. Lebih jauh lagi, model CNN yang akurat dengan jumlah parameter minimum diperlukan agar dapat diaplikasikan pada alat atau komputer dengan tidak membebani komputasi. Penasaran tidak sahabat data, penggunaan algoritma deep learning lainnya selain CNN yang digunakan dalam pendeteksian diagnosis COVID-19. Pada artikel DQLab kali ini, kita akan membahas tentang penggunaan algoritma deep learning dalam deteksi diagnosis COVID-19. Pastikan simak baik-baik dan keep scrolling on this article guys!


1.Citra Sinar-X dengan Deep CNN

Model deep CNN dapat melakukan deteksi dengan akurat namun cenderung memerlukan penggunaan memori yang besar. CNN dengan parameter yang lebih sedikit dapat menghemat storage maupun penggunaan memori sehingga dapat berproses secara real time baik berupa alat pendeteksi maupun sistem pengambilan keputusan via cloud. Selain itu, CNN dengan parameter yang lebih kecil juga dapat untuk diaplikasikan pada FPGA dan perangkat keras lainnya yang mempunyai kapasitas memori terbatas. Untuk menghasilkan deteksi COVID-19 pada citra sinar-x paru yang akurat namun komputasinya juga ringan, kami mengusulkan arsitektur CNN kecil namun handal dengan menggunakan teknik pertukaran channel yang disebut ShuffleNet. Dalam penelitian ini, kami menguji dan membandingkan kemampuan ShuffleNet, EfficientNet, dan ResNet50 karena mempunyai jumlah parameter yang lebih kecil dibanding CNN pada umumnya seperti VGGNet atau FullConv yang menggunakan lapisan konvolusi secara penuh namun mempunyai kemampuan deteksi yang mumpuni. Kami menggunakan 1125 citra sinar-x dan mencapai akurasi 86.93 % dengan jumlah parameter model yang 18.55 kali lebih sedikit dari EfficientNet dan 22.36 kali lebih sedikit dari ResNet50 untuk mendeteksi 3 kategori yaitu Covid-19, Pneumonia, dan normal melalui uji 5-fold cross validation. Memori yang diperlukan oleh masing-masing arsitektur CNN tersebut untuk melakukan sekali deteksi berhubungan secara linier dengan jumlah parameternya dimana ShuffleNet hanya memerlukan memori GPU sebesar 0.646 GB atau 0.43 kali dari ResNet50,  0.2 kali dari EfficientNet, dan 0.53 kali dari FullConv. Lebih lanjut, ShuffleNet melakukan deteksi paling cepat yaitu sebesar 0.0027 detik.


Baca juga : 3 Jenis Algoritma Machine Learning yang Dapat Digunakan di Dunia Perbankan 


2.COVID-DenseNet

Identifikasi dan isolasi cepat orang yang terkena adalah langkah pertama untuk melawan virus ini. Dalam hal ini, gambaran radiologi dada telah terbukti menjadi pendekatan skrining yang efektif untuk pasien yang terkena COVID-19. Sejumlah solusi berbasis AI telah dikembangkan untuk membuat skrining citra radiologis lebih cepat dan akurat dalam mendeteksi COVID-19. Dalam studi ini, mereka mengusulkan pendekatan berbasis pembelajaran mendalam menggunakan Densenet-121 untuk mendeteksi pasien COVID-19 secara efektif. Mereka menggabungkan teknik pembelajaran transfer untuk memanfaatkan informasi mengenai citra radiologi yang dipelajari oleh model lain (CheXNet) yang dilatih pada kumpulan data Radiologi yang sangat besar dengan 112.120 gambar. Mereka  melatih dan menguji model kami pada kumpulan data COVID yang berisi 13.800 gambar radiografi dada pada 13.725 pasien. Untuk memeriksa ketahanan model kami, kami melakukan klasifikasi dua kelas dan tiga kelas dan mencapai akurasi masing-masing 96,49% dan 93,71%. Untuk lebih memvalidasi konsistensi kinerja kami, kami melakukan validasi silang k-fold berdasarkan kesabaran dan mencapai akurasi rata-rata 92,91% untuk tugas tiga kelas. Selain itu, mereka melakukan analisis interpretabilitas menggunakan Grad-CAM untuk menyoroti wilayah gambar terpenting dalam membuat prediksi. Selain memastikan kepercayaan, keterjelasan ini juga dapat memberikan wawasan baru tentang faktor-faktor kritis terkait COVID-19. Terakhir, mereka mengembangkan situs web yang mengambil gambar radiologi dada sebagai masukan dan menghasilkan kemungkinan keberadaan COVID-19 atau pneumonia dan peta panas yang menyoroti kemungkinan wilayah yang terinfeksi


Baca juga : Belajar Data Science: Pahami Penggunaan Machine Learning pada Python


3.Prediksi Kasus Aktif COVID-19

Penyebaran virus Covid-19 semakin hari semakin menyebar di Indonesia sehingga membutuhkan metode pendekatan untuk memprediksi penyebarannya. Salah satu metode pendekatan yang sering digunakan yaitu metode Deep Learning (DL). DL merupakan salah satu cabang Machine Learning (ML) yang dimodelkan berdasarkan sistem saraf manusia. Hal ini membenarkan bahwa DL penting dalam mengembangkan dan meningkatkan sistem perawatan kesehatan pada skala global. Pada penelitian yang dilakukan oleh Syafaah dan Lestandy, prediksi kasus aktif Covid-19 diselesaikan dengan menggunakan metode DL. Dataset yang digunakan yaitu sebesar 260 data dengan 10 parameter. DL mampu memberikan prediksi kasus aktif penyakit Covid-19 yang akurat dengan MSE sebesar 0.032 dan akurasi sebesar 81.333%.


4. Yuk Mulai Belajar Menjadi Data Scientist Bersama DQLab!       


Gunakan Kode Voucher "DQTRIAL", dan simak informasi di bawah ini mendapatkan 30 Hari FREE TRIAL:

  1. Buat Akun Gratis dengan Signup di DQLab.id/signup

  2. Buka academy.dqlab.id dan pilih menu redeem voucher 

  3. Redeem voucher "DQTRIAL" dan check menu my profile untuk melihat masa subscription yang sudah terakumulasi. 

  4. Selamat, akun kamu sudah terupgrade, dan kamu bisa mulai Belajar Data Science GRATIS 1 bulan.


    Penulis : Reyvan Maulid

    Editor : Annissa Widya Davita


      Mulai Karier
      sebagai Praktisi
      Data Bersama
      DQLab

      Daftar sekarang dan ambil langkah
      pertamamu untuk mengenal
      Data Science.

      Buat Akun


      Atau

      Sudah punya akun? Login